Terbit

Oktober 10, 2019


bismillaahirrahmaanirrahiim.


Matahari itu rising-nya cepat sekali. Serius. Sejenak saja ia sudah menyembul sempurna di puncak bukit yang kami lihat. Aku pernah melihat yang serupa dan tahu bahwa memang secepat itu sih. Hanya saja baru kembali teringat fenomena ini tadi. Semburat yang mulanya malu ternyata seberani itu untuk tampil memesona.

Cepat sekali. Sekejap sudah tinggi saja ia. Lama-lama dingin tergantikan terik, apalagi ketika flysheet tendanya dilepas dalam rangka membuat pencahayaan foto lebih baique.

Sekejap. Tahu-tahu sudah siang.
Cepat sekali, tanpa disadari tahu-tahu diri ini terseret banyak hal yang tak dinyana ternyata hebring sekali. “Alah siah, naha janten kieu? :(“

Yak inilah diri ini yang lupaan dan cerobohannya sedang kambuh sekian puluh jam terakhir. Tak tahu apa pemicunya. Berlalu bergitu cepat seperti sunrise yang terlihat dari satu titik di Gunung Putri. Belum lagi kondisi di sekitar membuat lupa waktu. Fajarnya tampak terang, cahaya ufuknya bisa terlihat. Matahari bersinar berani serasa sudah siang padahal masih pagi. Ada bias waktu dan rasa. Membuat diri ini membuat asumsi sendiri untuk mendefinisikan sedang apa dan bagaimana detik ini berlangsung. Padahal lebih tepat jika disebut detik ini berlari, namun samar kabut membuatnya terlambat tersadar. Matahari tengah bersiap mengejutkan dalam sekejap.

Ini terlalu cepat huhu rasanya aku tidak bisa mengimbanginya.

Menarik diri bersantai barang sekejap tahu-tahu menyadari bahwa diri ini tengah ada dalam miskomunikasi. Lupa saja terus. Kemudian mengiyakan hendak membantu. Padahal sebelumnya telah deal dengan sesuatu. Ketika dalam sekejap ingatan timbul utuh, terimakasih kepadamu yang telah bersiap untuk menerima assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
ya dari aku. Mengirim chat tanya random seperti biasanya hanya saja dengan tambahan indikasi ada seusatu tak beres terjadi. Atau mengirim voice note sebagai pengganti bubble chat yang akan terlalu panjang. Kemudian dibalas jawabmu dan tanyamu balik. Atau dibalas “sebentar, ngakak dulu”. Atau juga dibalas “ayo ketemu aku hari ini, kamu butuh katarsis”.

Sungguh, aku harus lebih banyak bersyukur atas kehadiran manusia-manusia ini.

Kemudian yah inilah aku yang tengah kambuh. Riweuh sekali perkara lupa dan ceroboh ini. Lupa akan apa yang sudah disetujui. Lupa pemeringkatan urusan utama diri. Ceroboh karena bisa-bisanya lupa akan hal tersebut lalu impulsif abis menyauti permintaan dari yang punya minta.


Ini belum pula bahas ceroboh perjalanan malam >33 km. Alhamdulillaahnya bonceng Dewi, kalau tidak mungkin aku sudah menangis di tepian hehe.


Eh sungguh, bagaimana caranya selalu menyadari bahwa sekejapnya bisa mengubah hari, memainkan temperatur, memberi sorot cahaya, membangunkan manusia pada rutinitas yang semoga dilakukan dalam rangka pencarian keberkahan?

Hadeh. Semoga kamu selalu bersabar menghadapiku ya.


Bandung Timur, 16:52 WIB 10/10/2019
biasanya gaya tulisan kaya begini ditaronya di tumblr tapi gapapadeh.

You Might Also Like

0 komentar