Ramah Tamah

September 30, 2019


bismillaahirrahmaanirrahiim

Kukira aku butuh waktu lebih banyak untuk kembali menulis. Sepertinya tidak lagi. Tidak boleh lagi.
Aku pernah ada di masa berhenti menulis karena merasa masih kurang membaca. Aku pernah berhenti karena rasanya kok tulisanku receh. Aku pernah membiarkan diri hanyut dalam rutinitas tanpa target menulis.

---

Nah. Prolog tadi ditulis 11 Sept. Akhirnya cuma segitu hehe. Mari sudahi fase terhenti menulis ini (sementara ya, tak tahu nanti fase begitu datang lagi atau tidak hehe). Padahal mestinya memang dipaksakan, diluangkan, dibuat bagaimana supaya diri ini menulis. Berhubung sejauh ini ketaklekangolehwaktuan (HEHE bahasa naon itu) ilmu, hikmah terutama terukir dari tulisan, mari menyemai karena siapa tau ada yang menuai ketika diri ini sudah tiada.

Yak karena ini tulisan pemaksaan jadi sebetulnya aku tidak tau mau cerita apa hehe.
Hmm.
Apa ya.

Tadi aku baru pertama kali naik shuttle dosen ITB ke Jatinangor hehe. Sama Ibu Dosbing, sama Kak Hany Husnul, sama perangkat praktikum rempong buat besok. Serius, mending naik Transnangor lebih adem dan lebih lapang. Berhubung Ibu Dosbing bilang ke Kak Hany bahwa beliau butuh teman, jadilah joined.

Ibu Dosbing suka bahas banyak hal. Banyak cerita, banyak mengkritisi. Nah kebetulan tadi, kami mendapati beberapa orang rasanya kok kurang ramah alias jutek.

Seorang menerima titipan barang lalu berlalu begitu saja, tidak ada terimakasih, tidak tersenyum. Mungkin karena tadi barangnya dioper ke orang yang tidak dikenalnya, jadi ia menerima dari yang tidak ia kenal?
"Lho gitu aja? Judes pisan?" ujar Ibu Dosbing. Aku yang ngga enakan ke teteh yang ngasih barangnya akhirnya maaf maafan. Iya aku yang harusnya ngasih tapi udah di dalam mobil dan gabisa bergerak karena alat bahannya rempong tea.

Satu lagi Pak Supir shuttle. Tidak ada basa-basi sama sekali. Senyum juga tidak kelihatan padahal alhamdulillah katanya udah turun hujan jadi asap karhutla sudah berkurang. Mestinya kelihatan 'kan senyumnya?
"Eh Si Bapak meni muram sekali. Senyumnya mana niih?" Ibu Dosbing nyeletuk lagi.

Akhirnya kami menyadari bahwa memang suasana hangat sangat dipengaruhi oleh kemampuan berramah tamah. Banyak individu yang luput akan hal ini. Banyak dosen dan guru yang mengeluhkan etika dan kesantunan murid dan mahasiswanya. Katanya zaman ini krisis moral?
Kalau orang terlalu sibuk dengan kepentingan pribadi, rasanya ramah tamah ini juga amat mempengaruhi kenyamanan dirinya dalam suatu lingkungan, luwes tidaknya interaksi, kelancaran urusan juga barangkali hehehe.
Kalau urgensinya sebanyak itu, maka mengapa tidak untuk berlatih berbasa-basi lebih keras lagi? Untuk sebuah sapaan yang lebih akrab lagi. Untuk bertukar kabar yang less awkward. Untuk sebuah perkenalan yang menyenangkan dan menarik untuk lebih mendalaminya. Untuk bekal kamu mengobrol dengan orangtuanya? Wqwq.


“Janganlah meremehkan sesuatu kebaikan walaupun engkau berjumpa dengan saudaramu dengan wajah berseri-seri”
[HR. Muslim]


Walau tulisan ini hanya hasil dorongan memaksa diri kembali menulis, ya terimakasih atas dukungannya. Semoga senyummu selalu terukir indah dan memesonaa.


Jatinangor, 30 September 2019 12.52 WIB.
Tidak lama sebetulnya nulisnya, nyambi dengar Ibu Dosbing jelasin materi untuk praktikum esok hehe. Makanya maklum ya kalau aneh hehehe. Masih banyak juga "katanya" "katanya" tanpa data ya begitulah.

You Might Also Like

0 komentar