Guntur #1: Akhwat?

Juni 29, 2018

bismillaahirrahmaanirrahim. 

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. Kurang dan cacat sana-sini. Menanti koreksi, mendamba masukan. 

Ini salah satu sisi lain perjalanan mengarungi Guntur kemarin hehe. Jadi ceritanya, sehari sebelum berangkat saya dichat oleh seorang rekan akhwat yang bertanya, tentang batasan interaksi dan ikhtilat. Di postingan yang beliau lampirkan, bunyinya hati-hati kalau ikut agenda berkedok halal bi halal, reuni, silaturahmi, nanti malah ikhtilat. Kan ketemu banyak cowo tuh di sana.

Saya berkata "Hmmm". Sambil mencari referensi, sambil bertanya pada orang-orang yang saya percaya sebagai narasumber, saya juga mikir "Ini besok naik gunung bakal gimana yak".

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. 

Muslimah gaboleh terbatas nih geraknya! Saya lebih senang membahasakan apa yang disyariatkan itu bukan untuk membatasi, namun menjaga para akhwat hehe. Kami berhasil naik gunung pakai rok, pakaian syar'i, dengan menyesuaikan medan juga tentunya. Kami juga menemukan beberapa akhwat berniqab, bergamis, mix dengan topi manset dan sarung tangan. Akhirnya, sebebas mungkin berkarya boleh banget dan syariat insyaaAllah tidak akan mengurangi kenyamanan. Mungkin memang perlu waktu untuk sedikit penyesuaian jika ini kali pertama, namun melatih ini amat menyenangkan terutama kita punya teman yang sepaham dan mendukung satu sama lain.


Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. 

Naik gunungnya bareng ikhwan? Mungkin ke depannya jika mampu baiknya akhawat aja, atau lebih bagus kalau sudah ada mahram hehehe.
Tapi kali ini iya bareng. Apa satu agenda membuat kami tidak lupa penjagaan diri? Tidak juga.
Bagaimana kita terutama para muslimah memposisikan diri dalam sebuah agenda membuat pihak lainnya akhirnya menyesuaikan diri. Lebih baik jika kau bisa ungkapkan secara langsung koreksi yang ada, syukur ketika akhirnya bisa jadi evaluasi bersama. Mungkin ada beberapa kesalahan yang luput, tidak sadar kami lakukan, namun yang penting di sini adalah husnuzhan dan tindak lanjut darinya. Nyadar salah, nyadar lupa, terus apa?

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. 

Di sini juga belajar komunikasi, belajar berani.
"Heh jangan maen tepok-tepok napa,"
"Lu duduknya belah sono aja,"
"Minum duduk woi, pake tangan kanan,"
Hidup ini saling mengingatkan, dan yang mengingatkan ini sesungguhnya berujar tidak hanya pada yang lain namun juga diri sendiri.
Siapa sih manusia yang selalu benar? Hehe.

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. 

Islam tidak membenarkan adanya kesempitan bagi umatnya. Bukan sarana mengambil kesempatan, namun melatih hamba menakar mudharat dan maslahat yang didapat.
"Gua mau bantuin, tapi takut dosa~"
Ya pinter-pinter aja dah. Atas dasar apa dirimu berbuat, atas niat apa dirimu bertindak. Jika ada sebuah tindakan yang sama sekali tidak diinginkan namun menuntut keselamatan dalam keadaan darurat, Allah Mahatau.

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. 

Alangkah baik jika dari sebuah pengembaraan, kita dapatkan hikmah! Alhamdulillah lho, mengulang cerita ini membuat munculnya kesadaran, meningkatkan kepekaan.
Eh yang gini ini lho saatnya kita para muslimah bicara. Eh yang gini ini lho saatnya kita minta yang lain agak bergeser posisinya. Eh yang gini ini lho batas kita bercanda.
Kepekaan itu dilatih, jangan sampai buta menghadapi realita.

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. 

Ga setuju dong, kalau misal muslimah ga punya kesempatan menuai hikmah juga. Syariat yang ada menjadi pengingat diri ini punya sebuah benteng yang harus dijaga. Bahkan jika para muslimah berhasil menegakkannya, pihak di sekitar bisa membantu menopang benteng itu. Percaya atau tidak, itu fakta.

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. 

Yang pasti, kalo mau bepergian jangan sendiri lah ya, Sist. Perbanyak kawan. Harus dapat izin ortu pastinya. Banyak dzikir karena wallahua'lam apa yang terjadi di luar sana.

Tulisan ini adalah tulisan seorang yang masih belajar, berusaha banyak baca, mencari pengalaman, nyari ilmu, berusaha peka. Masih banyak kurangnya, masih butuh referensi dan sharean pengalaman juga ilmu manteman semua dan yang lebih paham. Masih sekenanya, semoga bisa menuai hikmah dari apa yang sudah dilalui. Gitu aja dulu sih.

Jazakunnallah khairan khatsira Saudariku sekalian yang mengiringi memetik hikmah, mengingatkan lebih dari 24x3 durasi perjalanan kita. Bahkan perjalanan kita sudah lebih dari 3 tahun ya?

Buat Sipa, Bita, Khansa, dan Uji, jangan bosen membersamai aku!
Oiya, jawaban pertanyaan temenku sebelum keberangkatan, mungkin bisa rangkum dari Kebebasan Wanita jilid 2, Abdul Halim Abu Syuqqah. Bisa juga ada referensi lain. Belum menjanjikan akan merangkumkan semuanya dalam satu tulsan. Hehe. Wallahua'lam bisshawab.

You Might Also Like

0 komentar