Sulung

Januari 12, 2018

bismillaahirrahmaanirrahiim.






Suatu perbicangan di senja hari kemarin.
"Kalau di rumahnya Pak ____, itu mah ya Teh, ____ yang kaka kelas Teteh, pekerjaan rumah tuh dibagi-bagi. Kan berbelasan anaknya, jadi kalau Umminya sibuk, ga capek pekerjaan rumah." cerita Ummi semangat.
"Hehe." ini jelas siapa.
"Berarti kita anaknya kurang banyak, Mi." ini Abah Fathya yang ngomong.
"Ayo Mi, kita bagi tugas ajaa Fathya suka bingung soalnya." ujar saya.

Jadi ini adalah sesi Ummi curhat berbagi cerita, tentang keteladanan sebetulnya. Bahasan dimulai dengan problema di sekolah. Anak-anak sekarang entah kenapa banyak banget yang jadi tukang-korban bully. Temennya sendiri dijauhin, dipalak, bahkan Faris pun pernah dipalak *sedih*. Ya walaupun dulu waktu SD juga aku anaknya preman yang bertaubat di akhir, tapi rasanya ngga separah cerita-cerita temen-temen Ummi tentang anak-anak di sekolah.

Ini masih sekedar opini, ya. Aku belum terlalu banyak baca.
Jadi sepertinya problema mendasar di Indonesia terletak pada pendidikan. Pendidikan menjadikan seseorang terdidik 'kan? Pendidikan ini sedemikian banyak aspeknya. Pendidikan agama, aqidah, hati, moral, dan masih banyak lagi yang perlu seseorang miliki untuk bisa menjalani peran di bumi Allah ini. Yang namanya seseorang yang terdidik hati dan pikirannya, mestilah tidak akan menyimpang(-menyimpang amat). Mungkin sesekali langkahnya terhambat, miring sedikit, nanjak nurun kebelok dikit tapi kalau terdidik insyaaAllah akan kembali.

Pendidikan oleh orang tua, atau orang-orang yang ada di rumah, jadi underlined point sore itu.

"Gini, Bah. Kalau kata temen Ummi tentang keteladanan, 'kan orang tua punya peran seutuhnya untuk memberi keteladanan pada anak. Orang tua baik yang berusaha memberi teladan baik, biidznillah anaknya juga baik. Nah, kalau anaknya banyak, katanya efektif kalau penurunan nilai ini dimaksimalkan, dihabiskan, diturunkan setotal mungkin ke anak sulung. Terutama di keluarga dengan anak banyak, kakak tertua itu sungguh jadi figur buat adik-adiknya. Kakaknya baik, adiknya juga baik kalau keteladanannya jalan. Jadi untuk tanggung jawab keteladanan ini bisa dibagi gitu, Bah." ujar Ummi pada Abah semangat.
"Hehe."
"Jadi ya di sini Teteh lah ya sebagai kakak tertua, sama Aa Shad kakak laki-laki tertua, gimana?"
"Hehe."

Alhasil saya bertanya kabar kawan-kawan yang seposisi. Juga kawan sesama anak sulung, kakak tertua. Atau anak laki-laki tertua? Anak perempuan tertua? Apa kabar kalian? Bagaimana perkembangan? Bagaimana respon kalian jika berada dalam obrolan ini? Apakah "Hehe." juga? Sungguh itu jawaban yang menyedihkan polos..

Nyatanya Ummi dan Abah tidak mempermasalahkan jawaban verbal kok wkwk. Ini tentang aksi, yang sejak SD sudah dimulai. Hanya pengingat, "Kalau Teteh aneh-aneh hati-hati loh".

Keesokan harinya,
pembagian tugas ternyata dimulai wkw tugas negara ini semakin nyata dan dinyatakan.

Ga deng udah dimulai sejak lama. Cuma abis deklarasi jadi semangat aja hehehe.

Anak ini baru total masak sejak KKN aja wkwk alhamdulillah setelahnya tenggelam dengan proyek ekologi. Mungkin setelah ini karir KKN bisa dirintis kembali.

You Might Also Like

1 komentar

  1. sedihnya belum semua orang tua sadar dan masih "menitipkan" pendidikan anaknya seutuhnya ke institusi2 pendidikan formal. padahal kebanyakan pendidikan formal, terutama di indonesia, cuman mindahin buku ke kepala. Pendidikannya cuman kena sepanjang 5 cm dari bagian tubuh nya aja(otak). tangan, mulut, hati dan anggota tubuh yg lain nggak tersentuh pendidikan juga. di sini peran keluarga emang penting banget.

    wah kalo posisinya anak tengah2 sepertinya tidak bisa menjawab 🤔

    BalasHapus