Belajar dari Sang Adik #1

Februari 25, 2019

bismillahirrahmanirrahim

Suatu sore di mikroteknik, yang terdengar adalah rintik hujan (deras banget deng). Saya sedang membuka kotak makanan padang (alhamdulillah itu teh ya habis saya ngementor terus laper pisan pisan terus ketemu Mpit terus saya bilang saya pengen makan tapi hujan amat deras jadi gatau kudu kemana dan akhirnya kami jalan ke miktek terus belum 5 menit Bu Isty yang lagi neduh nyamperin, "Shaf udah makan? Nih makan aja, kalau saya mah gaakan kemakan" kemudian saya takjub sampe spicles dan emang ya hujan adalah salah satu cara bagi Allaah menurunkan berkahnya). Saya mulai makan (kumohon jangan bilang Bu Reni), kemudian hape saya berdering.

"Halo assalamualaikum, Teh."

Itu adik saya yang pertama, yang paling besar, yang tingginya sudah melebihi saya, satu-satunya yang jadi teman main Mickey dan Bos terus saya sedih banget waktu Bosnya masuk lubang tikus :(, yang paling menyebalkan, yang akhirnya berani bilang "Kenapa sih Teh, Teteh kalau ke Aa mah intimidatif gitu?" terus saya bener-bener merasa bersalah sekali setelah itu sampai ingin menangis.
Iya sih, waktu itu tanpa sadar, semua omongan dia saya sangkal melulu seakan gaada kebenaran dari huruf-hurufnya huhu maaf ya :(

Adik saya yang ini saya panggil Aa sejak ada adek kedua, supaya dia bisa niru. Dulu pun saya dipanggilnya pakai nama, kata "Teteh" baru muncul di saat bersamaan dengan munculnya "Aa".
Lah kok jadi ke sini.

Balik ke ruang tamu mikroteknik, saya jadi bercengkrama sama adik saya dan membahas beberapa hal. Sebetulnya sehari sebelum itu adik saya meminta kirimkan pulsa tapi sayanya belum kirim-kirim, eh keduluan sama dia beli pulsa sendiri (sepertinya). Gapapa katanya. Sampai ke pertanyaan,
"Teh, suka nelepon ini ini ini ngga?" (ini -> nama-nama saudara kami)
"Ngga euy. Udah lama."
"Teh atuh telepon sesekali mah. Kemarin pas nelepon ke Jakarta, katanya (nama adik sepupu) ini mah kalau ngerjain PR suka sendirii aja. Udah pinter, katanya diajarin Teteh ahaha".
Terharu saya. Adik sepupu ini masih bocah, kapan saya ngajarin wkw. Cuma yang digarisbawahi bukan itu sih.
Kapan nelepon yang lain, Teh?

Banyak hal yang saya pelajari dari adik saya yang satu ini. Banyak sekali banget banget karena saya dan si ieu jadi teman sepermainan cukup lama. Satu poin dari percakapan di atas adalah betapa silaturahmi amat menjadi kegemarannya, yang mestinya jadi kegemaran saya juga.

Saya mungkin terlalu lama terjebak dalam kesibukan pribadi. Akhirnya kalimat "Shaaf sombong ih" hanya jadi selewat saja sembari saya balas "Lah kamu pun baru ngontak saya 'kan ini?" dalam hati huhu astaghfirullah. Entah berapa kali mengecewakan kawan dekat saya, "Ah Shaffa mah sibuk" katanya, dia jadi males apdet kabar ketika saya balas "Eh iya gimanaa? Maaf tenggelaam,".

---

Adik saya yang ini amat giat menyambung silaturahmi. Sekedar mendengar suara saudara-saudara dalam waktu kurang dari 10 menit pun amat berharga. Barangkali kesibukan ini yang menjadi penyelamat urusannya kemudian?

Mungkin ini saatnya saya kembali memaknai kalimat "Apa kabar?".
Jangan pada pundung ya aku suka skip membalas chatmu huhu.
Sini sini ingatkan aku untuk sapa kalian.

dikku yang ini sedang berjuang. katanya mau masuk FSRD ITB dan jadi ahli Qur'an. doain ya.


#MSGMenulis #JanganTelatLagi #NantiHarusNulis

You Might Also Like

0 komentar