Perempuan

Agustus 18, 2018


bismillaahirrahmaanirrahiim

Mumpung masih banyak waktu luang, ‘banyak waktu luang’, belajar sebanyak-banyaknya, berusahalah habiskan walaupun sampai akhir pun tak akan habis ilmu tentangnya. Hingga pada masanya kamu (harus) siap, setidaknya nanti Sang Anak-(Anak) (hehe) akan mendapati bahwa Sang Ibu telah lama berjuang untuknya bahkan sebelum terjadinya persatuan dua kehidupan.

Rasanya gerak para perempuan masa-masa kini –sungguh yang saya lihat di hadapan mata saya—saat ini adalah memang sebuah usaha membangun peradaban selanjutnya yang sebaik-baiknya. Selangit amat ngomongnya ya ampe peradaban. Tapi apa salahnya kekuatan sebuah kata yang dilambungkan menjadi sebuah doa untuk akhirnya ada dalam realita?

Rasanya gerak untuk mempersiapkan sebuah generasi adalah lebih ... (isilah titik-titik berikut) (belum menemukan kata yang tepat) dibandingkan berhenti dan terbatasi dalam frasa ‘mempersiapkan pernikahan’. Bukan dengan maksud merendahkan salah satunya karena tidak ada yang lebih tidak penting. Tapi mencurahkan perhatian lebih terhadap hal yang dianggap lebih besar rasanya amat logis. Iya tidak ya?

Rasanya jika memikirkan bahwa masa depan digenggam oleh anak(-anak)mu kelak, dibandingkan dengan ketika memikirkan bahwa hidupmu akan disatukan dengan hidup seseorang beserta dunianya kemudian apa selanjutnya; perhatian akan tercurah pada bagaimana mempersiapkan diri menjadi Ibu yang baik.
Yak sebetulnya tidak bisa dan memang tidak bermaksud membandingkan karena untuk menapaki skala peradaban tersebut ada skala dua kehidupan yang harus dijejak juga.

Rasanya walaupun tidak melogikakan alokasi perhatian untuk skala yang lebih besar (antara hidupnya generasi-generasi selanjutnya, dengan persatuan dua kehidupan), perasaan yang membuahkan gerakmu akan lebih abadi ketika kau ingat anak(-anak)mu kelak. Walaupun entah apa yang akan mereka lakukan.
Berhubung perempuan dan laki-laki memang diciptakan berbeda, maka tadi diangkat sudut logika dan perasaan.

Rasanya jika memang perasa-nya perempuan lebih dominan, ia akan membawamu ke langkah yang lebih besar ketika dimaksudkan untuk anak(-anak)mu. Dan ternyata ketika dimasukkan ke dalam logika, langkah yang besar itu untuk anak(-anak)mu juga. Harap maklum ini masih sekilas perasaan dan pandangan saya yang masih kurang main dan ya emang belum nikah jg wkw ya yang udah kebayang aja tanggungan ini amat (lebih?) besar.

Jadi sebetulnya inti dari semua bahasa yang belibet dan muter-muter ini adalah jangan terbatasi di mempersiapkan pernikahan aja si, tapi mempersiapkan sebuah peradaban. Hidupmu bersamanya lebih singkat dibanding kalkulasi hidup anak(-anak)mu ditambah cucu-cucumu, cicit-cicitmu, dan seterusnya belum ditambah pasangan ama keluarga anak cucu cicit itu pula.

Jadi sebetulnya inti dari semua ini adalah jangan terbatasi di mempersiapkan pernikahan aja si, tapi ya kurang rame aja kalo isi postingannya cuma “persiapkan dirimu untuk peradaban karena kalau persiapkan diri buat nikah aja mah ya sesingkat dan masih sesempit itu”. Walaupun yakin kok masih sangat banyak yang sudah memasukkan skala peradaban dalam frasa mempersiapkan pernikahan. Tapi yang senang aja dengan yang dikatakan dengan gamblang, lebih kena.

Kata peradaban akan selalu menjadi terlalu jauh dan abstrak kalau tak belajar.
Bertanya-tanya aja Sekolah Pra Nikah di Salman udah ada yakan Veb promosi-promosi kamu dapet awareness dari aku nih selamat ya. Tapi Sekolah (Calon) Ibu belum ada wait dah nanti saya garap.
Tanpa sadar di awal paragraf-paragraf teks ini saya pakai kata "rasanya". Kalau itu terhitung perasa, alhamdulillah ya berarti saya benar perempuan.

You Might Also Like

0 komentar