Hikmah dan Pemimpin

Mei 03, 2019


bismillaahirrahmaanirrahiim.



Sore tadi di sudut pertigaan jalan. Ada salad @wegrow.life dan secangkir latte, ada juga americano sepertinya.

Ungkapan hikmah adalah barang hilang milik orang beriman. Maka di manapun dia menemukannya, dia yang paling berhak atasnya.
(HR. At Tirmidzi dan Ibn Majah dari Abu Hurairah, sanadnya dha’if, tapi para ‘ulama menyatakan makna lafazhnya shahih)

Kroscek wajib. Literasi harus. Ingat juga untuk tidak luput mencari hikmah dan pembelajaran dari manapun itu. Dalam beberapa kasus, manusia kadang terlanjur ribet dengan ‘sumber’ ilmu dan lupa akan hikmah serta pembelajaran. Mari sinergikan. Keduanya harus seimbang agar kritis ini tidak timbul sebagai ego tak beralasan, melainkan sebagai curahan kebijaksanaan yang menyejukkan.

“Jangan ambil dari sana, yang buat kafir”. Tolong tolong, kita muslim paling berhak atas hikmah. Perihal khawatir terwarnai, hmm di depan kita sebetulnya terpampang sedemikian banyak alat untuk membantu menyaring supaya apa yang masuk ke dalam tubuh adalah yang layak dan bernutrisi. Racun-racun biarkan tersangkut, nanti kalau bisa kita detoksifikasi dan berikan kepada sumber. Siapa tau semoga kedetoks?
Mari kita perbanyak baca dan melingkar berfaedah, mempelajari supaya bisa gunakan saringan dengan baik.
Supaya bisa tahu juga kalau zaman dahulu ada eranya dimana muslim ini membaca literatur non-Arab kemudian mensintesisnya menjadi suatu konsep yang menakjubkan dengan penambahan komponen, atau restrukturisasi resep dengan tuntunan Islam. Dinasti Abbasiyah?


Hal di atas adalah pesan terutama untuk kita para pemimpi(n).
Pemimpin ini 1/3 dari gagasan visi global Islam, alasan penciptaan manusia dan apa yang harus diperbuat. Manusia diutus untuk menjadi khalifah.
Setiap kita adalah pemimpin. Dalam skala sosial, ada 4 peran yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin, disintesis dari Franklin Covey dan Ust. Elvandi:

1. Strategic thinking
Berpikir –menyusun strategi- dari tiga dimensi waktu yakni apa yang telah lalu, sekarang, dan masa depan. Mengambil intisari sejarah, mempelajari siasat (atau dengan kata lain, politik) (tidak bisa digeneralisasi ‘politik’ adalah sesuatu yang kotor ya), dan me’ramal’ akan kemana arah muara zaman ini. Semua dilakukan dengan harus berbasis riset dan didasari tujuan membangun peradaban.
Berat banget wkwk maka dari itu mari bergerak bersama.
2. Influencing
3. Educating, semua adalah tentang pendidikan kalo kataku mah wkwk.
4. Executing, eksekusi hasil pemikiran
Nomor 2-4 ditugaskan untuk baca sendiri hehehe yasudah.

Tugas pemimpin sebetulnya dua: tahu mau membawa kemana (thinking, dan ini 50%) dan bagaimana membawa ke sana (influencing, educating, executing silakan persenannya dibagi).
Saat ini demikian banyaknya miskonsepsi dari konsep pemimpin, terbatas di manajerial dan jabatan. Padahal lebih jauh dari itu, harus memiliki visi ke arah peradaban. Dari sana, tentu sang pemimpin tidak akan punya waktu untuk berleha dan berpusing sendiri, karena nyatanya ada tim yang menanti dibawa ke sana. /tertampar hidayah/

Apa sih peradaban? Suatu kelompok masyarakat punya tradisi ilmu tersendiri (bahasa anak SPI katanya) dalam mendefinisikan perabadan. Mari banyak membaca, mungkin nanti bisa ada tulisan khusus terkait ini.

Mari mari mari.
Mari saling seret, dorong, dan menodong dalam hal kebaikan.

Allahulmusta’an.

---
Cibiru. 23:49 03/05/2019
dalam efek kopi sepertinya.


^
Sebentuk notulensi dari sebuah bincang yang tentu banyak selaan selaan, tidak bisa selamanya menuntut kerunutan. Hidup aja dinamis.
Atau statement di atas adalah sebuah pengakuan bahwa notulis ini masih perlu memperkaya bagaimana menulis dengan baik dan mengalir dari bahasan satu ke bahasan lainnya, yang sebelumnya dirasa tidak akan pernah terhubung.
 Wkwkwk yaaAllaah. Ini teh sebetulnya bilang aja aku udah lama ga nulis jadi kaku kieu heuheu.
Tidak ada yang mustahil. Maka mari belajar bersama.

You Might Also Like

0 komentar