Celoteh Masyarakat

Maret 18, 2019

bismillaahirrahmaanirrahiim.


Judulnya apa asli saya bingung jadi begitu hehe. Gapapalahya. Kalau mau saran boleh pisan nanti saya ganti.

Sekian waktu lalu, saya mendapat LINE dari seorang kawan. Ia bertanya mengenai identifikasi tumbuhan, dan saya mengintegrasikan bahasan dengan analisis vegetasi berhubung ekologi masih lebih terpatri dibanding biosistematik hehehe gajuga deng. Dari list tumbuhan yang diberikan, saya yakin bisa menemukannya di lapangan jika mengikuti prosedur yang biasanya dilakukan dalam kuliah-kuliah lapangan dan permainan lab ria.

Ternyata dari list tumbuhan, saya diperkenalkan dengan seseorang bernama Pak Junghuhn. Beliau memiliki track record yang keren dengan posisi sebagai geologist yang juga ahli botani. Dan seterusnya dan seterusnya, terakhir kali saya berpesan untuk tetap (Growing &) Inspiring. Maksudnya, kalau ada cerita atau hikmah yang bisa disemai, kenapa tidak.
Menyemainya ya berupa posting cerita.

Thread chat tersebut singkat, mengisi waktu tunggu di bank waktu itu. Namun ternyata saya kepikiran berhari-harii asli (3 hari keitung jamak kan?) dan masih sampai sekarang. Bicara cita dan visi, pengalaman dan penanaman, daya diri dan pemberdayaan. Mungkin sebetulnya tidak sedalam itu atau justru lebih dalam dari itu (?) tapi saya berpikir keras setelahnya. Sore tadi, saya ceritakan ke Abah mengenai apa yang diceritakan pada saya.
Abah saya kenal tau siapa Pak Junghuhn. Kenapa saya kalah gaul.


Masyarakat
Segmen cerita geologist botanist yang paling menarik hati saya adalah ketika beliau bisa menyampaikan pada warga mengenai fakta lapangan dan hasil studi ilmiah yang logis. Keduanya mendukung satu sama lain. Walhasil, warga tidak perlu trial error sekian tahun dalam bercocok tanam dan tentu aspek perekonomian-kesejahteraan meningkat.

Sedangkan yang saya temui sejauh obrolan pengambilan data tugas akhir,
“Ceritanya ya Néng, sama tuan tanah téh saya dikasih 100 tumbak. Terus ada satu orang lagi, dikasih 100 tumbak juga. Bedanya mah ya Néng, si éta mah sakola. Bapa mah apanan nteu. Tapi hasil panen Bapa lebih banyak daripada si éta wkwkwkwkwk.”
Intinya di ending bapak petani yang satu ini ketawa. Jelas bukan “wkwk” tapi saya bingung gimana nulisnya soalnya “hahahaha” kesannya gimana gitu. Saya ikutan ketawa aja tapi kena di hati juga sih.

Skor sementara:
Pengalaman di lapangan vs. Teori di sekolahan dan kuliahan | 1 vs. 0

Tidak hanya bapak-bapak petani di sawah, ada juga bapak ibu petani bunga, kebun sayuran, dan lainnya rasanya masih banyak yang belum merasakan (bukan tidak sama sekali ya) adanya dampak dari hasil-hasil studi dan riset di lembaga pendidikan :(
Setidaknya ini saya bicara dari bidang biologi ke pertanian. Semoga prodi lain sudah impactful. Barangkali anak Rekayasa Pertanian sudah lebih aplikatif?


Peran, Porsi, Potensi
Ya sebetulnya tidak ada maksud sama sekali mengecilkan ranah akademisi. Ya masa atuh saya mengecilkan motivasi pribadi (?). Mungkin memang sementara ini ranah yang ada di depan saya adalah bergiat-giat menemukan kesimpulan dari studi lapangan yang kalau kami kaji masih kebanyakan asumsi hehehehe, membuat simulasi dan eksperimen yang siapa tau nanti teorinya berlaku juga dalam skala raksasa. Saat ini kami masih menjalani peran masing-masing, di perkuliahan dan di masyarakat memenuhi kebutuhan. Mungkin sebentar lagi kami bertemu dengan lebih nyata, terjembatani sesuatu bernama bekerja mengabdi, berkhidmat untuk rakyat (suka aja frasanya).

Sebetulnya lagii, karena kampus punya poin pengabdian dalam tridharmanya, sudah banyak kegiatan yang orientasinya adalah kesejahteraan masyarakat. Ada juga pengmas-pengmas dosen yang itu lho jadinya proyekan. Sayangnya terbatas, belum semua masyarakat bisa merasakan langsung bidang usahanya jadi bahan riset dan hasilnya menguntungkan mereka, jumlah proyekan tentunya masih < kebutuhan riset masyarakat yang sebetulnya masyarakatnya sendiri tidak menyadari bahwa mereka butuh itu, belum juga bicara dana yang dialirkan heheu.

Kalau berdasarkan apa yang dikeluhkan oleh bos KP waktu itu, kebanyakan petani merasa punya banyak masalah tapi belum bisa mencaritau secara langsung melalui RnD berhubung butuh banyak alat bahan dan sarana yang dibutuhkan dan itu m a h a l. Akhirnya bertahanlah petani dengan sistem coba-coba dan ya memang ini satu-satunya jalan yang bisa ditempuh walaupun akan memangkas biaya juga. Eh saya jadi ingat ada tulisan tentang KP yang belum saya selesaikan hehe setelah ini deh lebih komplitnya insyaaAllah.

Intinya, potensi menghubungkan kampus dan masyarakat dengan lebih masif ilmiah dan berdampak tentu ada. Mahasiswa mau mencari tau apa kontribusi yang bisa dilakukan sebagai mahasiswa juga sangat bisa. Itupun kalau tidak terlanjur pusing dengan kapan lulus. Jadi, memunculkan kebutuhan mengatur porsi hidup untuk diri sendiri dan hidup untuk orang lain adalah sangat penting.

Ai saya kumaha nya.


Etnobotani
Entah bagaimana subjudul ini dituliskan. Ingin mencari tau lebih dalam. Sejauh ini sih mata kuliah ini masuk fav saya soalnya botani iya masyarakat iya.
Mari menakar porsi masyarakat di posisi manapun kita saat ini.
"Sendirinya pusing TA!" Iya pusing. Pusing gimana biar TA saya berguna buat masyarakat nantinya menurut saya tidak ada ruginya. 


Oiya skor sementara akhirnya diapdet jadi:
Pengalaman di lapangan vs. Teori di sekolahan dan kuliahan | 1 vs. 1
Setelah Abah saya, “Ya syukur ada yang ngasih tanah 100 tumbak mah. Tanahnya dapet dari mana kalau ngga kuliah sama sekolah?”.
Beda lagi kalau udah kaya dari lahir sih.


Oke sekian duluu. Eh gambar di atas itu padi mutilated yang udah kewarna safranin, siapatau nanya itu apa. 

You Might Also Like

0 komentar