Dijebloskan

September 26, 2018

bismillaahirrahmaanirrahim.



Hari ini mengobrol cantik dengan Mpit. Entah kenapa ada ketegangan otot wajah yang kian rileks sedikit demi sedikit seiring dengan terbitnya senyum satu-satu. Cerita seorang Siti Dwi Fitriyanti selalu menarik untuk didengar.

Ceritanya hari ini saya ada tanggungan draf sebuah tugas (akhir?) yang dikumpulkan pukul 11. Progress sedari kemarin sudah baik, hanya saja sepertinya memang butuh waktu lebih untuk mengerjakan ini.
Walhasil, saya ga kelas dong jam 9 hehehe.

Setiap hari Rabu saya dan Mpit memang memiliki jadwal bertemu walaupun jamnya random banget. Minggu lalu jam 8, minggu ini Mpit jam segitu ada kelas. Berhubung saya ga masuk kelas, jadilah Mpit nyamperin beres kelasnya dia, nonton detik-detik saya beresin itu draf.

Selama saya ngetik, Mpit mengiringi dengan cerita. Tentang kisah sang keluarga yang maasyaAllah- skenario Allah untuk menyentuh hati hamba-Nya sedemikian indah walaupun kemasannya tampak sederhana.

Seketika, seperti yang biasa terjadi akhir-akhir ini, ada reka ulang dari hal-hal yang terjadi hanya saja lebih dalam pada setiap detiknya.

Apa pesan yang Allah berusaha sampaikan padaku? Pada kami? Ketika yang sudah terjadi adalah yang terjadi?

Kalau di tahun 2016 Allah tidak masukkanku ke grup itu, aku belum tentu akan mendengar permintaan tolong dari sang adik, belum tentu akan tergerak ke Jatinangor, belum tentu akan bertemu dengan sang kawan, belum tentu akan diminta keluangan waktunya untuk membahas kehidupan yang lalu-kini-nanti. Bahasan yang penuh tanggungan tanggung jawab. Kenapa Allah menyusun skenario seperti itu?

Mungkin memang Allah ingin aku memiliki andil di dalamnya.

Sebagaimana cerita-cerita Mpit, dimana tapak demi tapak perjalanan-(baik)-nya merupakan sebuah proses dijebloskan oleh orang sekitar, oleh semesta. Padahal niatku gini aja lho, Shaf. Tapi Allah entah kenapa terasa memaksaku untuk mendalami lebih, mengetahui lebih, bertindak lebih.
Sungguh, keterpaksaan semacam itu sedemikian indahnya.
Ya, tata skenario Allah selalu terbaik.

Mengulang dan mengingat kembali alur waktu, membaca kembali tulisan lama, membawa diri ke titik awal memulai sesuatu somehow sepenting itu bagi saya dan mungkin bagi sebagian orang lainnya. Memunculkan tanya, apa yang Allah inginkan dari alur ini? Apakah aku sudah menjadi aktris terbaik dalam naskah-Nya?

Apakah kita sudah menjalankan peran dengan sebaik-baiknya?

Abdullah bin ‘Abbas –radhiyallahu ‘anhuma– menceritakan, suatu hari saya berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Beliau bersabda, “Nak, aku ajarkan kepadamu beberapa untai kalimat:
Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. 
Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah.

Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu.

Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.”
(HR. Tirmidzi no. 2516)

Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.

Apakah jika tadi aku masuk kelas, aku akan bertemu dengan Mpit, mendapatkan cerita berhikmah, dan tergerak untuk menulis kembali?
Eh bukan pembenaran akan tidak masuk kelasnya ya ini kook hehe :(

Trs teks ini awalnya pake saya lama-lama pake aku hm.

You Might Also Like

1 komentar