bismillaahirrahmaanirrahiim.
Ini judulnya entah darimana. Tapi saya di sini mau cerita tentang suka duka bermotor (?). Sebetulnya ini kejadian seminggu beberapa waktu lalu.
Kalau waktu itu di perkenalan ditanya apa hal yang tidak disenangi dan saya jawabnya macet, polusi, dan mager; ⅔nya berasal dari perjalanan yang dilalui sehari-harinya. Perjalanan dalam arti betulan a ride ya. Walaupun begitu, dibalik segala sesuatu pasti ada makna untuk dicari, ada hikmah untuk dituai, ada celah untuk bersyukur.
Jadi, saya (dulunya) adalah seorang yang lupaan dan ceroboh (kata orang-orang) (dan ya benar). Terutama awal kuliahan, saya mendapat banyak kasus yang berhubungan dengan 1. kunci motor, 2. kunci kosan, 3. kunci loker, 4. kunci lainnya.
Mendapati hal ini saya agak mempertanyakan kenapa suatu properti syarat masuk ke dalam sebuah area/ruangan dinamakan kunci.
Ga ngaruh ketang. Saya tetep ada kasus dengan benda sejenis itu.
Ada yang bilang bahkan Shaffa seperti "Sad" di film Inside Out: melakukan kesalahan terus, udah minta maaf, ngulang lagi, dan seterusnya. He tapi ga separah itu kok geng karena semua ada untuk memberi pelajaran, saya jadi belajar!
Solusi permasalahan kunci ada pada memberi gantungan kunci sebesar-besarnya pada kunci Anda. Beri pula penanda/tag bahwa itu milik Anda dan beri kontak Anda kalau-kalau ditemukan orang lain.
Simpel he-eh kenapa saya dulu merasa ini problematika yang amat rumit ya.
Nah, kemudian terjadi kembali kambuhnya kejadian semacam ini, minggu lalu. 2x7. Dua kali dalam 7 hari. Sebelumnya, saya sudah amat sembuh dalam waktu yang cukup lama dari sebuah fenomena bernama "kehilangan tiket parkir". Tapi entah kenapa kembali. Mungkin saya harus lebih banyak dzikir.
Ada yang menarik dari sebuah tiket parkir yang berupa sebuah kertas persegi kecil tipis dengan garis-garis hitam barkode yang keluar dari sebuah mesin ketika dipencet sebuah tombolnya, bersamaan dengan sambutan nyaring dari sananya "Selamat datang, ambil tiket parkir Anda, silahkan masuk" yang jarang utuh terdengar karena orang selanjutnya sudah kembali mencet tombolnya. Begjtu seterusnya.
Intinya ia adalah hanya sebentuk kertas. Namun memiliki nilai dan muatan yang cukup besar bernama amanah.
Bicara amanah, ia belum tentu kasat mata. Jikapun ya, belum tentu besar ukurannya dan menggambarkan betapa beratnya ia. Seperti tiket parkir, kecil dan mudah renyek begitu bisa berharga duaribu sehari bahkan duabelas ribu + STNK jika hilang :((
...duabelas ribu + STNK jika hilang :((
Amanah dalam bentuk persegi kecil itupun sebegitu bernilai karena orang-orang percaya.
Orang-orang percaya itu adalah syarat untukmu parkir, syarat untukmu keluar parkiran, dan menjaganya berarti menyelamatkanmu.
Dan itu baru sebuah tiket parkir. Bagaimana bahasan tentang perkuliahan, akademik, organisasi, uang, keluarga, hidup, mati?
Hidup ini fana dan senda gurau, tapi semuanya adalah amanah..
Lahirmu bermula dari amanah. Allah karuniakan pada rahim Ummi-mu, kemudian syukur terpanjatkan alhamdulillah yaaRabb berarti Engkau telah percaya pada hamba-Mu ini. Merawat dan mendidik seorang anak untuk siap menerima amanah pun amanah. Ya?
Kemudian matimu pun amanah. Mengenai seperti apa kondisimu nanti saat Izrail menyapa. Apa yang kau bawa. Apa kesaksianmu saat ditanya. Dan sedemikian banyaknya pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan.
Tanggungan lahir ke bumi Allah dan akhirat setelahnya tidaklah sama sekali ringan. Jika saja teman-teman berujar "barakallah wa innalillah, semoga amanah ya," ketika dirimu mendapatkan sebuah amanah dan rasanya sedemikian berat kala itu, bersyukurlah selagi dirimu masih bisa merasakan bahwa sebuah amanah tak pernah ringan. Juga beristighfarlah, mengapa dirimu baru rasakan pundakmu terasa seberat itu padahal amanahmu di muka bumi ini sudah tercatat track record-nya sejak setidaknya akil baligh datang. Dan rasanya mungkin sering sekali lupa kiprahnya dahulu mengalir begitu saja tanpa sadar bahwa yang dijejak adalah amanah.
Amanah. Aman? Ah.
Ah :( bahkan rasanya memilih untuk tidak ditanya.
Ketika orang percaya bahwa kertas kecil itu adalah amanah, begitupun amanah yang disampirkan ke pundakmu; ada karena sebuah kepercayaan. Ketika kertas kecil itu ada harganya, bagaimana dengan yang tak kasat mata ya. Bagaimana dengan yang mungkin baru terlihat ketika dituliskan dalam kolom riwayat organisasi dalam cv saja. Itupun baru terlihat, bukan terasa. Tiket parkir baru terasa berharganya ketika hilang, bukan jadi acuan jika ingin merasakan berharganya amanah lainnya harus kehilangan dahulu 'kan ya..
Semakin menyadari bahwa amanah merupakan suatu yang berharga menandakan penghargaanmu terhadap kepercayaan. Kesadaran akan harga yang tak terbilang seyogyanya tidak membuatmu berdiam dan bermalas diri bukan? Karena hidup adalah amanah, matipun amanah.
Beruntunglah jika menemukan celah untuk bermalas; benarkah ada? Manusia memang senang merekayasa dan membuat-buat.
YaaRabbana, ampuni kami yang banyak lalai.
polognya panjang, lama-lama speechless sendiri...................