Prasangka Hidup

Juni 13, 2017


bismillah..

Ada banyak cara bagi setiap orang untuk melalui titik penting hidupnya. Dan bahkan sang pemeran mungkin saja tidak menyadari bahwa ia tengah melalui fase tersebut.

Adakalanya sang pemeran ini membandingkan alur kisah hidupnya dengan milik orang lain.

Terkadang banyak sekali muncul pertanyaan sebagai imbasnya. Mengapa ia begitu disayang. Mengapa ia mendapatkan segalanya dengan mudah. Mengapa ia seakan membuatku terabaikan. Mengapa ia menyakitiku. Mengapa aku begini sedangkan dia begitu. Ini tidak adil.

Namun pertanyaan besar justru akan ditujukan padanya.
Mengapa kau mempertenyakan seperti itu?

Ketika fenomena seperti dipaparkan di atas terjadi di sekitar, atau jangan-jangan lekat dengan kerangka berpikir kita, mungkin sebaiknya ada langkah yang dibuat perlahan saja. Sebab apa yang mengawasi di kanan-kiri rupanya adalah jurang yang sedemikian dalam, mengintip dari balik semak berbuah yang sedemikian rimbun menarik untuk dijadikan tempat rehat barang sejenak. Tampak nimat namun mematikan.

Perlahan. Berhati-hati agar tidak terperosok.
Kemudian memikirkan jawaban dari satu pertanyaan besar yang diajukan.


Seseorang terlahir sendiri ke dunia ini. Seseorang pada dasarnya pun akan pergi sendiri pula dari dunia ini. Namun seseorang yang satu dengan seseorang lainnya diplot di dalam skenario untuk bertemu. Bukankah ini titik awal pertanyaan-pertanyaan di atas timbul?

Sebenarnya bukanlah sebuah masalah ketika mendapati bahwa diri ini terus bertanya. Siapapun itu yakinlah semua orang butuh diisi. Dengan apa? Dengan jawaban-jawaban. Dengan ilmu. Dengan saran. Dengan kritik yang membangun. Dengan kasih sayang. Dengan pelajaran. Dengan kamu mungkin? Wkwk heu wallahua’lam.

Berangkat dari tujuan bertanya dan berusaha mencari jawaban adalah untuk menuai hikmah, mari untai kata untuk menjawab dan meniadakan statement di atas yang berkata bahwa ‘ini tidak adil’.

Allah Maha Baik. Sebagai hamba-Nya maka jadilah baik pula. Baik ini dimulai dari baik dalam pola berpikir kemudian akan teralunkan oleh ucapan dan kemudian didengar oleh seluruh elemen tubuh ini. Dan bermainlah molekul-molekul penyusun tubuh menyesuaikan dengan apa yang ia dengar. Sebagaimana keajaiban terjadi pada molekul air yang diberi kata-kata baik nan bijak, tidak ada pilihan untuk membedakannya dengan sebagian besar penyusun tubuh kita dan sebagian besar bagian bumi ini bukan?

Ketika hakikat hidup kita adalah terlahir sendiri dan meninggal sendiri, mengapa harus menggantungkan diri pada hidup orang lain yang malah dirasa mengusik langkah?

Apa yang ada pada diri kita adalah apa yang kita pikirkan. Itulah mengapa prasangka yang timbul hendaknya segera dipastikan berada di kutub positif bagaimanapun itu.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hujurat (49) : 12) 
-  
Dari prasangka baik terbitlah gerakan pencarian hikmah. Kemudian terjawablah,
Allah ingin aku mengingat-Nya lebih lagi. Allah ingin aku lebih kuat. Allah ingin aku merasakan manisnya perjuangan. Allah ingin aku lebih banyak bersyukur. Allah ingin aku melihat lebih jauh ke sekitar sebagai jalan syukur bukan untuk membibit dengki.

Mengapa aku begini sedangkan dia begitu? Allah memberikan masalah untuk menguatkan seseorang pada levelnya masing-masing dan akan berubah kadarnya di masa ketika seseorang memang butuh untuk dikuatkan lebih lagi.

Ketika kau diberi perkataan semacam, “Masalahku berkali lipat masalahmu, jangan berbicara seakan semua mudah”, mungkin jangan sampai dirimu terpancing untuk membandingkan hidupmu (juga) dengan hidupnya atau hidup orang lain dan bergumam “Sotau amat dah kaya tau masalah gue dan kapasitas pundak gue aja -___-“, namun kuatkanlah ia dengan “Ya mungkin saja. Allah tau pundakmu jauh lebih kuat dariku maka kuat-kuatlah”. Teruslah ulangi dengan mengubah-ubah redaksi penyampaian hingga ia berhenti berkata “Ini tidak adil” kemudian bergumam “Alhamdulillah yaaRabb iringilah aku untuk menjadi lebih dan lebih kuat lagi dari waktu ke waktu”.

Adil bukanlah sama. Dari perbedaan yang ada muncul warna-warni perjuangan. Hingga tibalah nanti dimana semua akan terasa semakin indah dan semua itu tertulis murni dan hanya untukmasing-masing dari kita seorang saja.

“...Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering." (HR. at-Tirmidzi)

Skenario setiap orang telah tertulis. Namun takdir bergantung pada pilihan yang diambil oleh setiap pemeran. Adil bukan?


sebetulnya membingungkan ga postingan ini fokusnya ke mana..



pic source: Bukit Moko? dari grup bandung n' friends pokonya ada yang pamer waktu itu.

You Might Also Like

0 komentar