Sedikit yang Kulihat

April 26, 2016


Dari balik jendela kutatap pemandangan yang terkadang berlari, berjalan, bahkan berdiam.


Gadis itu menanti. Di tengah rintik hujan. Menanti akan yang tidak sadar ia dinanti. Berharap akan yang tidak sadar ia diharapkan. Sibuk, bukan, menyibukkan diri? Entah apa yang dimaksudkan. Yang kini jelas adalah ia membuat gadis itu kelelahan dalam penantiannya. Kesalnya adalah bagaimana caranya gadis itu pergi dari kejenuhan yang menyiksa dalam penantian. Ia lelah, ia penat, tapi tak bisa berkutik. Entah mengapa segala hal yang tersodorkan dapat dikalahkan oleh sang penantian. Kali ini rasanya hanya rintik yang ia rasakan, mendukung suasana hatinya yang berharap kembali ke masa penantiannya tak hanya sepihak saja.

Di sudut lain kulihat gadis lain berusaha asik dengan bukunya. Beberapa saat sebelum ini perhatiannya sempat teralihkan. Suatu ketika, ia dihadiahkan sebuah buku. Mendalam. Pemberian itu sedemikian ia senangi. Ia  larut dalam bacaannya. Entah setelah sekian lama, ia teralihkan dari bukunya, tanpa sadar fokusnya terbagi dengan usaha menyampaikan terimakasih pada sang pemberi hadiah. Gadis itu kemudian sadari bahwa ia tak perlu sebegitunya. Ia memutuskan memberikan buku lain pada seorang-yang-dimaksud. Agar ia bisa kembali pada buku-bukunya. Agar sosok yang mengasihinya pun dapat merasakan bagaimana nikmatnya terhanyut dalam buku bacaan dan tidak terusik di saat yang bukan waktunya.  Oh, jadilah saat ini yang kulihat adalah dua sosok yang berusaha asik dengan bukunya masing-masing.

Di seberang jalan kulihat gadis yang lain berusaha menghalau kabut. Menghalau mendung. Menepis gangguan yang datang. Entah darimana datangnya segala hal yang berusaha ia halau, namun yang kulihat perangnya dengan sosok lain yang berwujud persis dengannya lebih berarti. Ia berperang dengan dirinya sendiri. Sengit, di balik sebuah kerangkeng yang tampaknya dibuat oleh sosok yang ia perangi. Di kala lain sebelum ini, ia sempat menikmati saat-saat kebersamaan dengan seseorang. Tanpa sadar, seiring berjalannya waktu, apa yang ia nikmati memberi kekuatan pada ia-yang-dia-perangi saat ini. Ketika seseorang itu tampak menjauh, jadilah ia seperti sekarang ini. Berjuang. Walaupun sesekali tiba kunjungan dari seseorang, sosoknya tetap mengondisikan gadis itu untuk memberi perhatian pada pertempurannya.

Ada yang lebih menarik perhatianku. Gadis yang sedemikian damai dan tenang. Duduk menawan di tepi jalan. Menikmati saat-saat ini, dengan beberapa buah buku dan sup hangat di atas mejanya. Menikmati fokus yang selama ini ia mati-matian ciptakan. Perangnya dahulu sedemikian hebat. Sosok gelap yang ia perangi sangat kelam. Entah berapa banyak air mata terurai. Entah bagaimana aku menjelaskan perjuangannya selama ini. Namun sekarang, lihatlah. Pelajaran-pelajaran yang ia ambil sepanjang pertempuran membuatnya sedemikian kuat dan tenang. Dengan kesadaran bahwa ia harus mempertahankan kemenangan ini, timbul kewaspadaan akan apapun yang dapat tiba mengusik. Mungkin ia belum sekuat itu, mungkin hidupnya belum setenang itu, tapi menciptakan fokus dan menikmatinya bagiku merupakan salah satu cara untuk berdamai dengan apa yang telah ia lalui. Tanpa bisa dijelaskan kerumitan dan kekusutannya, di situlah puncak kedamaian dapat ia rasakan dan syukur akan selalu dapat terpanjat.


Perjalananku masih berlanjut. Yang baru terlontar dariku barulah sedikit sudut yang tampak. Penglihatanku bisalah salah tangkap. Tebalnya kacamata ini dan perhatian yang sesekali buyar membuatku tak bisa merekam semuanya dengan tepat. Namun dari apa yang kulihat, kudapati bahwa kisahku bisa melebar sedemikian luasnya. Apapun bisa terjadi, dan akulah yang menjadi penentu skenarionya.

Ini masih akan terus berlanjut.


Dan aku ingin sekali membantu mereka-mereka yang kulihat di sudutnya masing-masing. Bisakah?

You Might Also Like

2 komentar