Pages

  • Home
  • About
tumblr linkedin

things.

    • Home
    • Gallery
    • About
    bismillaahirrahmaanirrahiim.



    Selamat datang!

    Selamat datang di tempat dimana setiap pagi kalian akan melihat tiga orang anak perempuan yang mencari cahaya matahari untuk menghangatkan dirinya. Selamat datang di tempat dimana setiap pagi jemari ini rasanya amat kebas, bahkan untuk mengetik seperti ini. Selamat datang di tempat dimana setiap pagi, kalor yang dihasilkan dari gerakmu entah kemana larinya karena rasanya tidak menghangatkan sama sekali.

    Selamat datang di tempat tumbuh cantiknya bunga carnation, anyelir yang melambangkan kemurnian cinta. Bunga yang membutuhkan suhu 8-11oC di malam hari dan 18-23oC di siang hari.
    Jadi, kebayang dinginnya?

    Kalian akan temukan berbagai syukur setiap pagi. Kenapa berbagai? Pemandangan yang didapat tiap paginya, dalam titian jalan menuju kantor kebun memang beragam. Hari pertama kami diliputi kabut, membuat pepohonan tampak berlapis ala ala foto instagram NatGeo. Hari kedua, matahari mengintip dari balik awan. Hari ketiga, ada gradasi di pangkal langit. Dan seterusnya.

    Bumi Pangalengan adalah tempat kami berpijak selama 30 hari ke depan. Tulisan ini diketik hari pertama, beresnya gatau kapan, terbitnya apa lagi. Masih sering gitu, ngasih prolog kemudian berhenti.

    Tuhkan berhenti.

    Oke saya lanjutkan. Sebetulnya pentingnya tulisan ini adalaah sebentuk laporan buat Abah hehe. Abah rajin sekali nanya apdetan tapi keburu Fathya di kantor atau terbatas aja gitu jawabnya. Asa ngga seru kalo di wa aja. Terus kalo diceritain di rumah, hypenya berkurang. Dan laporan Kerja Praktik agaknya kelamaan perlu ditunggu beres.

    Setiap harinya, kami harus melangkah selama minimal setengah jam dari kosan menuju kantor. Extended bisa sampe sejam kalau kami mampir-mampir buat beli sarapan atau jajan atau belanja. Kegiatan di kantor dimulai biasanya pukul 07.30 WIB. Dan sebelum itu, kadang kami menyempatkan diri berfotosintesis di tangga menuju kebun atas. Sejauh ini, hanya itu satu-satunya cara instan menghangatkan diri, melancarkan gerak tangan yang agak kaku-kaku.

    Hari-hari awal, kami habiskan dengan mendengar banyak penjelasan (sampai sekarang juga banyak sih). Memulai skill baru, merekam omongan Bapak-Ibu di sini, dan memikirkan penelitian yang akan kami garap. Baru mikirin kerangka? Iya euy. Kami sejujurnya agak malu, hadir-hadir masih ‘kosong’. Tapi gapapa, setelah agak diomeli dan dicerahkan Ibu Bosnya, kami berhasil mendapat sesuatu yang lumayan produktif untuk diteliti. Semoga. Dan semoga juga bisa jadi data TA hehehe.

    Kata Ibu Bos, jadi pionir memang sulit. Jadi, gapapa.
    Kami adalah orang pertama yang kerja praktik di sini. Sering kami ditanya oleh orang sini, “Kok kepikiran sih KP di kampung? Orang-orang mah bukannya cari perusahaan yang keren gitu ya?”
    Hmm. Bahkan kami tidak terpikirkan untuk membandingkan KP di kampung atau kota.  
    Kata Ibunya, perusahaan besar punya kepentingan untuk menjaga citra, kerahasiaan dapurnya. Kemudian akhirnya di periode KP ini, kami benar-benar dijejali banyak hal mulai dari konspirasi dunia sampai ke resep ikan asin peda istimewa.

    Kami banyak berjalan di sini (juga banyak jajan karena di sini dingin) (semoga bukan sekedar pembenaran) (kalorinya digunakan untuk penyetaraan suhu) (aaamiin insyaaAllah). Kemudian apa lagi? Baca literatur, kerangka penelitian, ikut packaging, panen, ngobrol panjang, disbudding, bantu proses pascapanen, panen hortensia, seleksi bibit untuk rooting, survei tanaman muda untuk penelitian, memilih polybag, rooting, memindahkan tanah ke dalam polybag, menanam bibit ambrose, memberi B1, aklimatisasi tanaman penelitian, belajar bussiness plan, pengukuran parameter-parameter penelitian, aplikasi T:G, dan baanyak lagi and we’re enough with menyiangi gulma atau sama dengan nyabutan jukut yaaRabb :(


    Apa yang terasa di sini adalah banyak PR take home nanti. Tentang TA, tentang kerjasama kampus-instansi masyarakat yang belum terasa, enterpreneurship yang minim dimiliki anak ITB, bagaimana caranya menaikkan ‘derajat’ pegawai, seni membaca global issue dan konstelasi perdagangan, peka budaya dan tren dunia, integritas dan loyalitas tim kerja, memahami apa yang kita baca (ini kasus sholat, hafalan Qur’an, dan seterusnya), coocopeat, guano, senyawa anti-rust, senyawa metabolisme Trichoderma sp., dst.

    Inti tulisan ini sebetulnya supaya saya ingat bahwa ada banyak bahasan dan masalah yang siapa tau nanti bisa saya carikan jalan keluarnya.

    Senang! Bisa sekape sama Feni dan Dila yang rajin ngaji dan rawatib. Semoga kita bisa jadi penggiat qiyamullail ya!




    Continue Reading
    bismillaahirrahmaanirrahiim.


    Judulnya apa asli saya bingung jadi begitu hehe. Gapapalahya. Kalau mau saran boleh pisan nanti saya ganti.

    Sekian waktu lalu, saya mendapat LINE dari seorang kawan. Ia bertanya mengenai identifikasi tumbuhan, dan saya mengintegrasikan bahasan dengan analisis vegetasi berhubung ekologi masih lebih terpatri dibanding biosistematik hehehe gajuga deng. Dari list tumbuhan yang diberikan, saya yakin bisa menemukannya di lapangan jika mengikuti prosedur yang biasanya dilakukan dalam kuliah-kuliah lapangan dan permainan lab ria.

    Ternyata dari list tumbuhan, saya diperkenalkan dengan seseorang bernama Pak Junghuhn. Beliau memiliki track record yang keren dengan posisi sebagai geologist yang juga ahli botani. Dan seterusnya dan seterusnya, terakhir kali saya berpesan untuk tetap (Growing &) Inspiring. Maksudnya, kalau ada cerita atau hikmah yang bisa disemai, kenapa tidak.
    Menyemainya ya berupa posting cerita.

    Thread chat tersebut singkat, mengisi waktu tunggu di bank waktu itu. Namun ternyata saya kepikiran berhari-harii asli (3 hari keitung jamak kan?) dan masih sampai sekarang. Bicara cita dan visi, pengalaman dan penanaman, daya diri dan pemberdayaan. Mungkin sebetulnya tidak sedalam itu atau justru lebih dalam dari itu (?) tapi saya berpikir keras setelahnya. Sore tadi, saya ceritakan ke Abah mengenai apa yang diceritakan pada saya.
    Abah saya kenal tau siapa Pak Junghuhn. Kenapa saya kalah gaul.


    Masyarakat
    Segmen cerita geologist botanist yang paling menarik hati saya adalah ketika beliau bisa menyampaikan pada warga mengenai fakta lapangan dan hasil studi ilmiah yang logis. Keduanya mendukung satu sama lain. Walhasil, warga tidak perlu trial error sekian tahun dalam bercocok tanam dan tentu aspek perekonomian-kesejahteraan meningkat.

    Sedangkan yang saya temui sejauh obrolan pengambilan data tugas akhir,
    “Ceritanya ya Néng, sama tuan tanah téh saya dikasih 100 tumbak. Terus ada satu orang lagi, dikasih 100 tumbak juga. Bedanya mah ya Néng, si éta mah sakola. Bapa mah apanan nteu. Tapi hasil panen Bapa lebih banyak daripada si éta wkwkwkwkwk.”
    Intinya di ending bapak petani yang satu ini ketawa. Jelas bukan “wkwk” tapi saya bingung gimana nulisnya soalnya “hahahaha” kesannya gimana gitu. Saya ikutan ketawa aja tapi kena di hati juga sih.

    Skor sementara:
    Pengalaman di lapangan vs. Teori di sekolahan dan kuliahan | 1 vs. 0

    Tidak hanya bapak-bapak petani di sawah, ada juga bapak ibu petani bunga, kebun sayuran, dan lainnya rasanya masih banyak yang belum merasakan (bukan tidak sama sekali ya) adanya dampak dari hasil-hasil studi dan riset di lembaga pendidikan :(
    Setidaknya ini saya bicara dari bidang biologi ke pertanian. Semoga prodi lain sudah impactful. Barangkali anak Rekayasa Pertanian sudah lebih aplikatif?


    Peran, Porsi, Potensi
    Ya sebetulnya tidak ada maksud sama sekali mengecilkan ranah akademisi. Ya masa atuh saya mengecilkan motivasi pribadi (?). Mungkin memang sementara ini ranah yang ada di depan saya adalah bergiat-giat menemukan kesimpulan dari studi lapangan yang kalau kami kaji masih kebanyakan asumsi hehehehe, membuat simulasi dan eksperimen yang siapa tau nanti teorinya berlaku juga dalam skala raksasa. Saat ini kami masih menjalani peran masing-masing, di perkuliahan dan di masyarakat memenuhi kebutuhan. Mungkin sebentar lagi kami bertemu dengan lebih nyata, terjembatani sesuatu bernama bekerja mengabdi, berkhidmat untuk rakyat (suka aja frasanya).

    Sebetulnya lagii, karena kampus punya poin pengabdian dalam tridharmanya, sudah banyak kegiatan yang orientasinya adalah kesejahteraan masyarakat. Ada juga pengmas-pengmas dosen yang itu lho jadinya proyekan. Sayangnya terbatas, belum semua masyarakat bisa merasakan langsung bidang usahanya jadi bahan riset dan hasilnya menguntungkan mereka, jumlah proyekan tentunya masih < kebutuhan riset masyarakat yang sebetulnya masyarakatnya sendiri tidak menyadari bahwa mereka butuh itu, belum juga bicara dana yang dialirkan heheu.

    Kalau berdasarkan apa yang dikeluhkan oleh bos KP waktu itu, kebanyakan petani merasa punya banyak masalah tapi belum bisa mencaritau secara langsung melalui RnD berhubung butuh banyak alat bahan dan sarana yang dibutuhkan dan itu m a h a l. Akhirnya bertahanlah petani dengan sistem coba-coba dan ya memang ini satu-satunya jalan yang bisa ditempuh walaupun akan memangkas biaya juga. Eh saya jadi ingat ada tulisan tentang KP yang belum saya selesaikan hehe setelah ini deh lebih komplitnya insyaaAllah.

    Intinya, potensi menghubungkan kampus dan masyarakat dengan lebih masif ilmiah dan berdampak tentu ada. Mahasiswa mau mencari tau apa kontribusi yang bisa dilakukan sebagai mahasiswa juga sangat bisa. Itupun kalau tidak terlanjur pusing dengan kapan lulus. Jadi, memunculkan kebutuhan mengatur porsi hidup untuk diri sendiri dan hidup untuk orang lain adalah sangat penting.

    Ai saya kumaha nya.


    Etnobotani
    Entah bagaimana subjudul ini dituliskan. Ingin mencari tau lebih dalam. Sejauh ini sih mata kuliah ini masuk fav saya soalnya botani iya masyarakat iya.
    Mari menakar porsi masyarakat di posisi manapun kita saat ini.
    "Sendirinya pusing TA!" Iya pusing. Pusing gimana biar TA saya berguna buat masyarakat nantinya menurut saya tidak ada ruginya. 


    Oiya skor sementara akhirnya diapdet jadi:
    Pengalaman di lapangan vs. Teori di sekolahan dan kuliahan | 1 vs. 1
    Setelah Abah saya, “Ya syukur ada yang ngasih tanah 100 tumbak mah. Tanahnya dapet dari mana kalau ngga kuliah sama sekolah?”.
    Beda lagi kalau udah kaya dari lahir sih.


    Oke sekian duluu. Eh gambar di atas itu padi mutilated yang udah kewarna safranin, siapatau nanya itu apa. 
    Continue Reading

    bismillaahirrahmaanirrahiim.


    Tulisan ini diketik oleh seorang anggota biasa Himabio Nymphaea ITB yang bisa dibilang terlambat menyadari bahwa dirinya belum melakukan apa-apa secara langsung untuk karya dan keprofesian terkhusus pada bidang biologi, minimal lingkup kampus.
    Terus, sedih dia wkwk dan kini sudah hampir penghujung waktunya menyandang anggota biasa (dan swasta?) Himabio Nimpea.
    Heits.
    Iya, kebiasaan saya kalau nulis Nymphaea jadi Nimpea. Saya ngomelin orang yang salah nulis Nymphaea jadi Nymphea-Nymphae- dan nimfa-nimfa lainnya padahal kami bukan kecoa yang punya nimfa :( tapi saya sendiri nulisnya Nimpea. Tujuannya baik kok, biar orang bisa baca dalam versi Sundanis dikit. Ini sebentuk cinta saya pada himpunan dan Bandung. Oke skip.

    Selesai dengan Diri Sendiri
    Saya tergolong orang yang belum bisa membuat alur aliran sendiri, jadi saya mengikuti alur utama (mainstream ya?) yang biasa ada. Di kampus ini dan dalam penglihatan saya, titian karir (?) biasanya akan tertiti setelah sesegera mungkin mengambil langkah sealur. Misal ketika berniat untuk akhirnya mengabdi di kabinet KM ITB maka silakan mulai dengan magang dan tidak sekip staffing, jika ingin menjadi senator di Himabio Nymphaea silakan jadi DPA atau tim senator, dan seterusnya. Ini yang biasanya saya lihat. Butuh waktu untuk menyelaraskan frekuensi, menyamakan visi dengan rekan-rekan, membentuk atmosfer kerja yang menyenangkan dan akhirnya bisa menjadi sarana refresh di luar akademik. Akan lebih sulit jika baru masuk di tengah aliran (sekali lagi ini hanya yang terlihat dari lensa kacamata saya yang amat sempit). Begitu fenomena biasanya.

    Ada juga sih yang tidak biasa, seperti fenomena kader karbitan (*mengacungkan tangan* misalnya) di Gamais ITB.

    Melepaskan diri dari statement politik kampus hanya milik elitis dan seterusnya, bagi saya prinsip seleksi alam berlaku dimanapun. Bukan bicara yang menduduki posisi hanya kalangan elit tertentu saja, melainkan siapa yang kuat akan bertahan, siapa yang adaptif dan bisa menyesuaikan diri akan menjadi semakin kuat. Kekuatan ini bisa mulai dipupuk ketika mengambil langkah awal. Sayangnya, di awal masuk perkuliahan bisa jadi ada personal-personal yang disibukkan dengan adaptasi dan shock culture. Akhirnya waktu banyak berlalu dan perlu energi lebih untuk mengejar ketertinggalan. Maka amat sangat penting untuk bisa tuntas dengan diri sendiri sesegera mungkin dan kemudian diri ini bisa mulai mengepakkan sayap, terbang menebar manfaat dan mengaktualisasi diri.

    Bersegera selesai dengan diri sendiri. Agar nanti bisa segera melangkah untuk orang lain.
    Ya sayangnya saya sendiri lama sekali mendapati jalan-mana-yang-akan-kulalui. Akhirnya, mengikuti alur yang orang lain buatkan. Tidak buruk sebetulnya, jika bicara tentang memetik hikmah sebanyak-banyaknya dan memaksimalkan diri dimanapun diri ini berpijak.

    Akhirnya saya ‘ditarik’ ke Gamais ITB dalam keadaan terhuyung-huyung. Melupakan trek bayangan yang saya rancang untuk menjadi senator Nimpea wkwkwkwk dadah yang baru tau (bahkan saya udah ngobrol banyak waktu itu sama Kak Nadia Puji Utami) (massa Nimpea gaada yang tau yakin deh) (eh Dila tau deng)). Semudah itu dibelokkan, karena tak kunjung usaila dengan diri sendiri.
    Bersegeralah selesai dengan diri, dan bersegera mengepak sayap untuk sekitar.

    Bukan Apatis (kook)
    Ditariknya saya menyelami Gamais ITB ternyata amat seirama dengan tuntutan rumah dan keluarga. Tidak pulang malam dan aktivitas dimulai pukul 06.00 maka saya harus berangkat maksimal 05.20 dari rumah. Ritmenya menyenangkan, membuat tanggungan di rumah, kebersamaan yang harus saya penuhi, alhamdulillah lebih mudah untuk didapat. Namun bersamaan dengan itu, yang mulanya tersingkir akhirnya semakin tersingkir.
    Himpunanku hehehehehehe.

    Kewajiban sebagai anggota biasa untuk hadir forum-forum tidak terpenuhi, berhubung mayoritas diselenggarakan malam hari dan saya sulit pulang malam saya terlalu lelah untuk melanjutkan 12 jam berkemahasiswaislaman dengan kemahasiswaan lainnya. Di tahun pertama saya berbphgamais pusat, saya tidak jadi staff himpunan. Di tahun kedua, saya staff BRT dan saya banyak salah ke Bu Kadiv yakni Dila huhu karena sibuk sendiri.

    Dalam hati kecil (ha), saya sebetulnya ingin lebih bisa berdedikasi namun entah mengapa atmosfernya sulid saya sesuaikan. Selain terlalu lelah, em.. ya itu sih udah lelah aja hehe. Kesibukan yang ada membawa saya menjadi seorang yang ansos himpunan, tidak mengenal adek kelas, ya gitulah sedih. Dan kesedihan ini baru benar-benar terasa ketika saya lengser di depan. Saya mendapati periode dimana saya berdiam, kemudian menyadari bahwa betapa saya masih banyak belum memenuhi hak-hak organisasi dan teman himpunan saya, dan saya.. amat terlambat menyadarinya. Bukan berniat apatis, namun sebegitu tidak sadarnya.

    Pengen ngetik “Kok gaada yang ngingetin saya sih di masa-masa itu? :(“ tapi ngeselin ga sih ni anak udah tau salah kok malah nyalahin orang zzz.

    Dirgahayu
    Jadi kemarin adalah hari lahirnya Nymphaea ITB dan tanggal Musyawarah Anggota untuk membahas LPJ kepengurusan angkatan 2015. Bagi saya masih amat sulit untuk menyamakan ritme agenda Nimpea dan entah sampai kapan? Sebetulnya di semester ini saya ada proyek menyapa rekan di himpunan setiap kali hendak pulang. Ternyata kebiasaan setor muka (doang) juga berlaku untuk agenda semacam ini. Sejujurnya, karena belum mendapati saya memiliki suhu yang sama bukan karena tidak mau, tapi tak tau bagaimana caranya hehe.

    Namun perlu diingat, saya selalu senang untuk menyorakkan Yellow Submarine dan saya akui saya senang menjadi bagian dari pasukan kuning ngejreng ini.
    Semoga berjaya beserta seisinya.


    Panjang juga. Sebetulnya akhir-akhir ini saya banyak menuliskan terkait aktivitas di kampus dalam rangka mengingat, menjadi pengingat, dan semoga bisa memetik hikmah yang berserak.
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    fathya
    << biology-art >>

    bit.ly/shaffabutuhdiingatkan

    Read More

    Follow

    • G+
    • tumblr
    • facebook
    • twitter
    • pinterest
    • instagram

    Labels

    #olimpiadetaqwa abiotik alampikir bandung biotik Indonesia kawan keluarga lingkaran masyarakat pakulahan serpong subang tugas tki

    recent posts

    Blog Archive

    • Mei 2020 (1)
    • Oktober 2019 (2)
    • September 2019 (1)
    • Mei 2019 (2)
    • Maret 2019 (3)
    • Februari 2019 (1)
    • Januari 2019 (5)
    • Desember 2018 (1)
    • November 2018 (1)
    • Oktober 2018 (1)
    • September 2018 (2)
    • Agustus 2018 (2)
    • Juni 2018 (8)
    • Mei 2018 (7)
    • April 2018 (3)
    • Januari 2018 (9)
    • September 2017 (3)
    • Agustus 2017 (2)
    • Juni 2017 (1)
    • Februari 2017 (1)
    • April 2016 (3)
    • Maret 2016 (1)
    • November 2014 (2)
    • Oktober 2014 (7)
    • Juli 2014 (2)
    • Juni 2014 (2)

    Cari Blog Ini

    facebook Twitter instagram google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top