Pages

  • Home
  • About
tumblr linkedin

things.

    • Home
    • Gallery
    • About

    bismillaahirrahmaanirrahiim


    Ada masa yang amat patut kau khawatirkan. Namanya masa dimana kau menangis. Masa itu meliputi diterimanya sebuah stimulus, dilanjutkan dengan transmisi melalui sinaps lalu dibaca dan diterjemahkan, selanjutnya efektor bekerja. Efektor ini menstimulasi kelenjar air mata. Kemudian kau menangislah.

    Sebenarnya timbul penasaran, yang membaca stimulus itu apakah hanya otak dan sumsum tulang belakang?
    Letak perasaan itu, dimana. Letak hati yang itu, iya ‘hati’, itu dimana. Apakah mereka turut membaca stimulus yang ada. Kalau tidak, yang menentukan parameter suatu hal itu menyakitkan, menusuk, dan sejenisnya itu hebat sekali. Bahagia sempat dijelaskan di perkuliahan, di sekolah, ada karena endorfin. Apakah rasa menusuk, terbeban, itu karena kekurangan endorfin? Atau ada hormon lain yang antagonis terhadapnya?
    Seakan bukan mahasiswi biologi yang bicara. Anggap saja saya mainnya sama tumbuhan dulu. Mata kuliah neuro biar menjadi bagian rekan lain saja. Kalau ternyata udah dijelaskan Bu Etty atau Bu/Pak Dosen saya mohon maklum.

    Kembali ke masa dimana kau menangis. Khawatirkan ketika ia mulai lebur ditelan masa.

    Maka dari itu saya amat berterimakasih pada kamu kamu kamu dan kamu semua yang amat rajin mengingatkan seorang yang pelupa ini, pentingnya masa dimana saya menangis. Atau bisa dibilang amat rajin menyadarkan kalau saya bersalah. Atau bisa dibilang amat rajin menarik saya ke dalam realita bahwa betapa banyak perbaikan yang mesti saya lakukan, “Shaf kok gini sih?”

    Hubungannya sama stimulus-stimulus tadi apa ya? Kalau saya menangis maka alhamdulillah, tidak mati rasa dan semua perangkat dari mulai reseptor hingga efektor pun masih berjalan. Walaupun tidak jarang efektor tadi memicu tangisan tanpa air mata. Em, saya anggap ini masih normal secara psikis maupun fisiologis.

    Sebentar. Lanjut nanti, ngantuk saya  hehe.

    Kembali ke masa dimana kau menangis. Khawatirkan ketika ia mulai lebur ditelan masa.

    Tidak bicara sempit bahwa tangis adalah keluarnya air mata, namun ada yang mendalam di dalamnya. Dalam tangis ada sebuah rasa ketidakberdayaan dan akhirnya menghamba pada-Nya adalah satu-satunya opsi yang bisa ditempuh. Memohon pertolongan dengan penuh kesadaran bahwa tiada daya dan upaya selain milik-Nya.
    Dan bukankah Allah suka itu?

    Maka apabila nanti ketika kamu bicara kemudian aku menangis, mungkin itu adalah satu hal yang patut disyukuri. Kekhawatiran akan hilangnya masa dimana aku menangis bisa disingkirkan sementara waktu. Maka jangan khawatir jika ditemukan ada tangis di sini ya wkwk ya kalo justru ga kepikir khawatir sedikitpun pada mulanya ya bagusla (mikir ‘ini anak kok geer banget’ gapapa geng) dan jangan juga merasa bersalah padahal keadaaannya yang ada ya kurangnya diri ini.

    Katanya menangis karena Allah itu melembutkan hati.
    Kembali ke masa dimana kau menangis. Khawatirkan ketika ia mulai lebur ditelan masa.
    Continue Reading

    bismillaahirrahmaanirrahiim

    Mumpung masih banyak waktu luang, ‘banyak waktu luang’, belajar sebanyak-banyaknya, berusahalah habiskan walaupun sampai akhir pun tak akan habis ilmu tentangnya. Hingga pada masanya kamu (harus) siap, setidaknya nanti Sang Anak-(Anak) (hehe) akan mendapati bahwa Sang Ibu telah lama berjuang untuknya bahkan sebelum terjadinya persatuan dua kehidupan.

    Rasanya gerak para perempuan masa-masa kini –sungguh yang saya lihat di hadapan mata saya—saat ini adalah memang sebuah usaha membangun peradaban selanjutnya yang sebaik-baiknya. Selangit amat ngomongnya ya ampe peradaban. Tapi apa salahnya kekuatan sebuah kata yang dilambungkan menjadi sebuah doa untuk akhirnya ada dalam realita?

    Rasanya gerak untuk mempersiapkan sebuah generasi adalah lebih ... (isilah titik-titik berikut) (belum menemukan kata yang tepat) dibandingkan berhenti dan terbatasi dalam frasa ‘mempersiapkan pernikahan’. Bukan dengan maksud merendahkan salah satunya karena tidak ada yang lebih tidak penting. Tapi mencurahkan perhatian lebih terhadap hal yang dianggap lebih besar rasanya amat logis. Iya tidak ya?

    Rasanya jika memikirkan bahwa masa depan digenggam oleh anak(-anak)mu kelak, dibandingkan dengan ketika memikirkan bahwa hidupmu akan disatukan dengan hidup seseorang beserta dunianya kemudian apa selanjutnya; perhatian akan tercurah pada bagaimana mempersiapkan diri menjadi Ibu yang baik.
    Yak sebetulnya tidak bisa dan memang tidak bermaksud membandingkan karena untuk menapaki skala peradaban tersebut ada skala dua kehidupan yang harus dijejak juga.

    Rasanya walaupun tidak melogikakan alokasi perhatian untuk skala yang lebih besar (antara hidupnya generasi-generasi selanjutnya, dengan persatuan dua kehidupan), perasaan yang membuahkan gerakmu akan lebih abadi ketika kau ingat anak(-anak)mu kelak. Walaupun entah apa yang akan mereka lakukan.
    Berhubung perempuan dan laki-laki memang diciptakan berbeda, maka tadi diangkat sudut logika dan perasaan.

    Rasanya jika memang perasa-nya perempuan lebih dominan, ia akan membawamu ke langkah yang lebih besar ketika dimaksudkan untuk anak(-anak)mu. Dan ternyata ketika dimasukkan ke dalam logika, langkah yang besar itu untuk anak(-anak)mu juga. Harap maklum ini masih sekilas perasaan dan pandangan saya yang masih kurang main dan ya emang belum nikah jg wkw ya yang udah kebayang aja tanggungan ini amat (lebih?) besar.

    Jadi sebetulnya inti dari semua bahasa yang belibet dan muter-muter ini adalah jangan terbatasi di mempersiapkan pernikahan aja si, tapi mempersiapkan sebuah peradaban. Hidupmu bersamanya lebih singkat dibanding kalkulasi hidup anak(-anak)mu ditambah cucu-cucumu, cicit-cicitmu, dan seterusnya belum ditambah pasangan ama keluarga anak cucu cicit itu pula.

    Jadi sebetulnya inti dari semua ini adalah jangan terbatasi di mempersiapkan pernikahan aja si, tapi ya kurang rame aja kalo isi postingannya cuma “persiapkan dirimu untuk peradaban karena kalau persiapkan diri buat nikah aja mah ya sesingkat dan masih sesempit itu”. Walaupun yakin kok masih sangat banyak yang sudah memasukkan skala peradaban dalam frasa mempersiapkan pernikahan. Tapi yang senang aja dengan yang dikatakan dengan gamblang, lebih kena.

    Kata peradaban akan selalu menjadi terlalu jauh dan abstrak kalau tak belajar.
    Bertanya-tanya aja Sekolah Pra Nikah di Salman udah ada yakan Veb promosi-promosi kamu dapet awareness dari aku nih selamat ya. Tapi Sekolah (Calon) Ibu belum ada wait dah nanti saya garap.
    Tanpa sadar di awal paragraf-paragraf teks ini saya pakai kata "rasanya". Kalau itu terhitung perasa, alhamdulillah ya berarti saya benar perempuan.
    Continue Reading
    Newer
    Stories
    Older
    Stories

    About me

    Photo Profile
    fathya
    << biology-art >>

    bit.ly/shaffabutuhdiingatkan

    Read More

    Follow

    • G+
    • tumblr
    • facebook
    • twitter
    • pinterest
    • instagram

    Labels

    #olimpiadetaqwa abiotik alampikir bandung biotik Indonesia kawan keluarga lingkaran masyarakat pakulahan serpong subang tugas tki

    recent posts

    Blog Archive

    • Mei 2020 (1)
    • Oktober 2019 (2)
    • September 2019 (1)
    • Mei 2019 (2)
    • Maret 2019 (3)
    • Februari 2019 (1)
    • Januari 2019 (5)
    • Desember 2018 (1)
    • November 2018 (1)
    • Oktober 2018 (1)
    • September 2018 (2)
    • Agustus 2018 (2)
    • Juni 2018 (8)
    • Mei 2018 (7)
    • April 2018 (3)
    • Januari 2018 (9)
    • September 2017 (3)
    • Agustus 2017 (2)
    • Juni 2017 (1)
    • Februari 2017 (1)
    • April 2016 (3)
    • Maret 2016 (1)
    • November 2014 (2)
    • Oktober 2014 (7)
    • Juli 2014 (2)
    • Juni 2014 (2)

    Cari Blog Ini

    facebook Twitter instagram google plus tumblr

    Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates

    Back to top